RAPBN 2016 dan Konsistensi Nawacita

(Last Updated On: June 25, 2015)

IMG_1043

Mukhamad Misbakhun

Anggota Komisi XI DPR RI

            Jelang pertengahan tahun 2015, kondisi perekonomian nasional dibawah kendali kepemimpinan Jokowi-JK semakin dinamis. Meski beberapa target dalam RAPBN-P 2015 belum tercapai, namun realisasi pencapaian pada Kuartal I hingga menjelang Kuartal II 2015 masih berada dalam batas kewajaran. Hal ini tidak terlepas dari kondisi eksternal perekenomian dunia yang turut mempengaruhi dinamika situasi ekonomi domestik.

Konstalasi itulah yang menjadi referensi dalam pengajuan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2016. Secara khusus, pemerintah mencatat beberapa situasi penting dalam KEM-PPKF 2016, yakni: pertama, pertumbuhan ekonomi pada Triwulan I 2015 yang hanya mencapai 4,7 persen; kedua, tekanan terhadap nilai tukar rupiah; ketiga, harga komditas internasional yang masih rendah.

Kempat, penyerapan belanja yang nasih rendah; kelima, pengaruh perkembangan ekonomi 2015 bagi kinerja ekonomi 2016; keenam, ketidakpastian ekonomi; ketujuh, pertumbuhan ekonomi 2016 yang diperkirakan lebih rendah dari target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015 yang rata-rata sebesar 7 persen.

Visi Pembangunan

            Pada awal masa pemerintahan Jokowi-JK, ekspektasi ekonomi membumbung tinggi. Kepercayaan publik yang menghantarkan keduanya ke pucuk kekuasaan seakan menegaskan bahwa Jokowi-JK mampu mengkaselerasi cita-cita kesejahteraan. Dalam upaya perwujudan tersebut, pemerintah melandaskan visi Pembangunan 2015 – 2019 pada upaya terwujudnya Indonesia yang berdaulat, mandiri dan berkepribadian berlandaskan gotong royong. Visi tersebut kemudian terurai dalam 9 Agenda Prioritas (Nawacita).

Pemerintahan Jokowi-JK menyadari sepenuhnya, konstalasi ekonomi nasional pada 2015 tidak terlepas dari bayang kebijakan pemerintahan sebelumnya. KEM-PPKF dalam RAPBN 2016 akan menguji sejauhmana implementasi visi RPJMN dan Nawacita. Khususnya konsistensi berbagai kebijakan yang mendefinisikan karakter pemerintahan Jokowi-JK yang relatif berbeda dengan karakter pemerintahan sebelumnya. Termasuk Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2016 yang berbeda dengan RKP 2015 yang lebih terfokus pada percepatan pembangunan infrastruktur demi penguatan fondasi pembangunan berkualitas.

Berdasarkan landasan tersebut, pemerintah Jokowi-JK menyikapi situasi ekonomi 2016 dengan penuh optimisme. Sikap tersebut didasarkan pada capaian-capaian target 2015 yang masih berada pada level yang wajar. Sejatinya, pertumbuhan ekonomi mampu menghampiri target 5,7 persen dalam APBN-P 2015. Namun, risiko di bawah realisasi menyebabkan capaian tersebut mengalami hambatan.

Pemerintah meyakini, perekonomian pada tahun 2016 akan menunjukkan perbaikan dengn target 5,8 hingga 6,2 persen. Hal itu diharapkan dari perekonomian yang berangsur membaik, sehingga mampu mendorong perbaikan neraca perdagangan. Selain itu, belanja infrastruktur (investasi) juga mengalami peningkatan, sehingga program-program pembangunan infrastruktur berjalan baik. Ditambah lagi, konsumsi tetap kuat dan stabil dengan daya beli masyarakat yang tinggi.

Optimisme juga nampak pada dengan perubahan-perubahan asumsi dasar makro dari APBN-P 2015. Target pertumbuhan 5,7 persen dalam APBN-P meningkat menjadi 5,8 – 6,2 persen dalam RAPBN 2016. Pemerintah juga berupaya menekan capaian inflasi dari target 5,0 dalam APBN-P 2015 menjadi 3,0 – 50 dalam APBN 2016. Nilai tukar rupiah yang terus bergejolak juga memperoleh respons signifikan. Target Rp12.500 yang melesat Rp13.211 menjadi pelajaran berharga dengan mematok kisaran Rp12.800 – Rp13.200. Sementara itu, Suku Bunga SPN 3 bulan ditetapkan rendah dari 6,2 persen dalam APBN-P 2015 hingga 4,0 – 6,0 persen.

Di balik optimisme, pemerintahan Jokowi-JK masih diperhadapkan pada tantangan angka kemiskinan dan tingkat pengangguran yang masih signifikan. Pada tahun 2015, angka kemiskinan mencapai 10,3 persen dengan tingkat pengangguran yang masih di kisaran 5,6 persen. Realitas pertumbuhan ekonomi global dan domestik yang cenderung melambat dari proyeksi pemerintah berdampak pada angka kemiskinan yang sedikit menurun dari 11,25 persen di tahun 2014 menjadi 10,96 persen di akhir 2014. Sementara tingkat pengangguran terbuka sedikit menurun dari 5,94 persen pada tahun 2014 menjadi 5,81 persen di awal 2015.

Karena itu, visi pembangunan menyasar upaya menurunkan angka kemiskinan yang diasumsikan menurun 9,10 – 10,0 persen serta tingkat pengangguran yang menurun 5,2 – 5,5 persen pada 2016. Disamping target pertumbuhan, asumsi tersebut berupaya menyiasati kondisi ekonomi saat ini yang diliputi ketidakpastian, keterbatasan produksi, ketahanan pangan serta kesenjangan kesejahteraan.

KEM-PPKF 2016 menyajikan kebijakan dengan memprioritaskan pada dimensi pembangunan sektor unggulan, pembangunan infrastruktur (kesempatan kerja), investasi baru di kawasan ekonomi khusus, program APBN yang ditujukan pada penciptaan kesempatan kerja serta perlindungan sosial dan program afirmatif bagi penanggulangan kemiskinan.

Mengejar Pertumbuhan

            Pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun 2015 mengalami tantangan signifikan dari pemulihan ekonomi global yang tidak merata. Tantang tersebut menjadi bahan proyeksi bagi kondisi ekonomi pada tahun 2016. Pertumbuhan masih berada di bawah target diperkirakan mengalami perbaikan seiring dengan perbaikan stabilitas ekonomi serta pengendalian inflasi. Laju pertumbuhan tersebut sejalan dengan upaya penurunan angka kemiskinan dan tingkat pengangguran. Termasuk juga peningkatan ruang fiskal, peningkatan pendapatan serta percepatan pembangunan infrastruktur.

Dengan demikian, asumsi yang terungkap dalam RAPBN 2016 menampakkan wajah sesungguhnya dari Nawacita. Perspektif fiskal mengintrodusir asumsi tersebut dengan mengedepankan tema tentang penguatan pengelolaan fiskal dalam rangka memperkokoh fundamental pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.

Atas dasar asumsi tersebut, diperlukan 3 strategi penting. Pertama, stimulus. Strategi ini dilakukan dengan meningkatkan pendapatan, kualitas belanja (infratsruktur dan daya saing) dan pembiayaan. Kedua, daya tahan. Pemerintah perlu memperkuat bantalan fiskal (fiscal buffer), meningkatkan fleksibilitas dan mengendalikan kerentanan fiskal. Ketiga, sustainabilitas. Laju perekonomian membutuhkan kesinambungan upaya yang dijalankan sesuai arah kebijakan. Hal itulah yang perlu dilakukan dengan cara menjaga defisit tetap aman, mengendalikan rasion utang, menurunkan net penambahan utang serta mengendalikan keseimbangan primer.

Secara umum, agenda Nawacita mengarah pada pencapaian target pertumbuhan ekonomi. Ketiga strategi di atas menjadi dasar tentang pengelolaan kebijakan fiskal yang mendukung target realisasi. Percepatan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan berkeadilan dilakukan dengan memperkuat peran APBN untuk menstimulasi perekonomian.

Selain percepatan, strategi diarahkan untuk memperkuat daya tahan fiskal. Hal ini berorientasi pada upaya memperkuat kemampuan bertahan untuk mendukung pencapaian target pembangunan di tengah tekanan fiskal yang relatif kuat. Di samping itu, diperlukan juga kesinambungan fiskal yang diorientasikan pada upaya mendorong APBN lebih produktif untuk meningkatkan kapasitas perekonomian dengan tetap mengendalikan risiko dan menjaga keberlanjutan fiskal.

Berkaca pada KEM-PPKF 2016, pemerintahan Jokowi-JK tetap menjaga prinsip-prinsip Nawacita yang menginspirasi rancangan kebijakan ekonomi makro. APBN 2016 akan memiliki nilai tersendiri, mengingat APBN tersebut akan lahir dari karakteristik murni dari pemerintahan Jokowi-JK. Pada gilirannya, tahun 2016 akan menjadi tahun pembuktian karakter ekonomi Nawacita yang sejatinya tidak sekedar retorika melebihi bukti nyata.

Share Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *